(naskah warta kota bagian muda hari Minggu, 31 Agustus 2008 sebelum diedit)
Gadis kelahiran Surabaya ini memang masih berumur 17 tahun, namun bila dibandingkan dengan orang-orang yang seumurannya, dirinya dapat terbilang sangat berprestasi.
Merupakan anak bungsu dengan 2 kakak laki-laki dan 1 kakak perempuan, Margaretha Emelia Paduli sudah pernah pentas di GKJ dan Goethe Haus sekitar 5 kali bersama SOC (Susvara Opera Company, beranggotakan 30-40 orang yang rata-rata berumur 20 tahun keatas, memiliki tujuan memperkenalkan lagu klasik melalui opera di Indonesia yang masih kurang mengenalnya, managemennya oleh Catherine W. Leimena dkk.).
Kariernya dalam bidang tarik suara tersebut dimulainya sejak kelas 5 SD hingga saat ini. Dirinya memang sudah gemar menyanyi sejak masih balita dan didorong oleh dukungan orang tua maupun keluarganya, Margaretha pun berkembang dengan sangat baik.
Awalnya, dia hanya les vokal biasa di Yamaha Pendidikan Musik, ketika menunjukan perkembangan yang makin baik, bakatnya terlihat. Saat itu, gurunya merekomendasikan Margaretha ke suatu tempat rekaman di Jakarta. Namun, karena menurut sang ibu bahwa lebih baik bakat tersebut diarahkan ke lagu klasik dan bukannya pop ―yang cepat tenar namun cepat dilupakan―, anaknya pun disarankan untuk pergi ke tempat Salomontong.
“Pas itu belum terlalu bagus, tapi makin lama makin bagus. Yah, orang kan kalo belajar makin bagus,” ujar gadis yang memiliki moto ‘Music is My Life’ tersebut.
Siswi di SMA Tarakanita 2 Pluit tersebut mengawali kariernya dengan bergabung bersama Surabaya Symphony Orchestra (SSO) dengan arahan Salomontong. Dari sana, dirinya telah melakukan konser (opera) besar sekitar 3 kali dari kelas 5 SD akhir hingga kelas 1 SMP di Hotel JW Marriot Surabaya.
Melihat bahwa bila anaknya terus di Surabaya kurang memungkinkannya untuk dapat lebih berkembang karena peluangnya lebih sedikit, ibunya berusaha menghubungi Purwacaraka yang tidak ada di tempat yang kemudian diarahkan oleh Puji (bawahannya) untuk bertemu dengan Catherine W. Leimena di Jakarta.
Setelah melihat bakat dara yang lahir pada 8 November 1990 itu, C.W. Leimena pun menyarankannya untuk pindah ke Jakarta agar dapat dibimbing dengan lebih baik lagi. Dengan tekad bulat dan kesanggupan dari Margaretha untuk pindah ke Jakarta yang disertai dengan persetujuan orang tuanya, ia pun pindah ke Jakarta dan bersekolah di SMP Tarakanita Pluit mulai dari kelas 2 SMP.
Opera-opera yang sudah pernah dimainkannya, antara lain:
• Honk (2 SMP),
• Catch a Glimpse of Mozart (3 SMP, sebagai pemeran utama di act Don Giovani),
• Whisper of the Sea (1 SMA, merupakan opera yang dipersembahkan klub teater di sekolah, sebagai pemeran utama Ursula),
• Fidelio (2 SMA, mendapatkan peran sampingan karena sempat vacuum selama beberapa saat karena mengikuti klub teater di sekolah),
• La Bohem (2 SMA, sebagai pemeran pembantu dan understudy ―pengganti pemeran utama bila ia mengalami kendala―, penyelenggaraan latihannya dilakukan besar-besaran dan dilakukan bersama Twilite Youth Orchestra arahan Addie M.S.),
• Seven Last Words (2 SMA akhir, sebagai pemeran utama yaitu di bagian penutup menjadi penyanyi kata-kata terakhir).
Opera yang akan dimainkannya selanjutnya yaitu Lagio Conda yang akan diselenggarakan awal bulan Desember 2008 ini. Mengenai perannya, masih belum diketahui karena belum dilakukan audisi.
“Punya tanggung jawab sebagai pelajar, ga bisa lepas sekolah,” jawabnya ketika ditanya mengenai sekolah dan menyanyi. Mengenai pengaturan waktu yang dilakukannya antara sekolah, ekskul, dan latihan menyanyi (2 kali seminggu @ 3 jam atau 3 kali seminggu ketika sudah mendekati saat pementasan), siswi yang ‘sedikit-sedikit’ bisa memainkan gitar, piano, dan bass tersebut mengatakan, “Disiplin diri. Kalo ada waktu belajar. Repot kalo mo deket opera dan ada ulangan umum kayak pas 3 SMP, pas latihan kalo ada istirahat belajar, jadinya nilainya ga jelek. Kalo ada PR, sebisa mungkin nyicil.”
Mengenai keputusannya memilih menyanyi, gadis yang menjadi satu-satunya pemegang peran utama dengan usia termuda di kelompoknya itu mengatakan, “Emang udah talent dan udah mendarah daging. Tapi kadang sedih juga, suka diejek, kayak ‘Ih, kacanya udah mo pecah tuh’. Tapi, seneng juga karena orang-orang yang ngomong gitu ga punya mutu, lebih banyak orang yang tau dan bikin gw seneng.”
“Seneng. Bangga karena banyak banget pelajaran yang ga di dapet di sekolah, banyak yang dikorbanin, jalan-jalan bareng temen, tapi trus dapet lebih banyak lagi disono (pengalaman),” ujarnya ketika ditanya mengenai perasaannya ketika menyadari bahwa dia sudah mencapai sesuatu yang jarang dapat dicapai oleh orang seusianya. “Rasanya pengen puas tapi ga bisa puas karena banyak yang masih harus dipelajari.”
Fokusnya ke depan yaitu tetap bergelut di dalam dunia menyanyi dan akting serta merambah dunia opera yang lebih berat lagi (sekarang masih bergelut di light opera) dan menjadi penyanyi opera sejati hingga mampu membawa nama bangsa ―”Itu penting,” ujarnya mengenai bagian terakhir tersebut.