Tuesday, February 26, 2008

Kurang Ajar (!?)

Kemarin Minggu, 24 Februari 2008, diriku ini pergi bareng-bareng, beramai-ramai (mulai dari saudara kandung, sepupu, sepupu jauh, paman bibi, om tante, teman-teman om tante yang tak kukenal, anak-anak dari teman-teman om tante yang tak kukenal) pergi ke Kidzania, kurang lebih ada 20an orang gitu deh (bener-bener rame deh, ampe kalo naek eskalator, isinya bisa-bisa orang-orang kita semua). Tujuan pergi bareng ini, menyenangkan anak-anak dengan main di Kidzania dan menyenangkan orang tua dengan keliling mal baru serta melihat anaknya bersenang-senang.
Selama berpergian bersama itu, dengan mata ini, terlihatlah beberapa kejanggalan yang menurutku keterlaluan. Semuanya berawal dari aku numpang di mobil milik salah satu saudara jauh yang disetir oleh tanteku (sebutlah A) dan diisi oleh aku, saudara kandungku, anak tante yang lagi nyetir mobil (sebutlah B), anak tak kukenal, tante kurang dekat (sebutlah C) dan sepupu jauh anak dari tante kurang dekat (sebutlah D, E, F).
Nah, karena yang pergi tuh rombongan dan A kurang tahu arah jalan berhubung mal yang mau dikunjungi itu masih baru, mobil disetir ke rumah tanteku yang lain. Selama perjalanan pendek dari rumah ke rumah itu, mata ini melihat bukti nyata dari rumor yang telah beredar di keluarga kalau anak-anak dari si C tuh memang kurang ajar.
Pertama-tama, E mulai menunjukkan kekurang ajaran terhadap ibunya, C. Dilakukan dengan tidak inginnya dia duduk bersebelahan dengan F (padahal dia adiknya) sehingga mengomel-ngomel terus setiap kali adiknya itu berbicara atau bersenandung. Tentu saja, C yang melihat hal itu, menyuruh E untuk mendiamkan F saja. Sayangnya, bukannya menurut, E malah makin parah mengomelnya dan malah menyuruh C diam. Si C hanya diam. Dan omelan cerewet dari E (yang berpikir bahwa dia tidaklah cerewet) dengan suara cemprengnya pun berlanjut, memancing F untuk membalas omelannya tersebut.
Akhirnya, mobil tiba juga di depan rumah tanteku yang lain itu. Kami semua tetap berada di dalam mobil, berhubung kami akan segera melaju kembali di jalanan. Di dalam mobil, adegan lainnya pun muncul.
Si E masih tetap mengomel dan berbicara dengan suara cemprengnya (kalau tidak mengingat bahwa aku sudah berjanji untuk pergi bersama dan tiket Kidzania sudah dibeli serta ini bukanlah mobil milikku dan mereka masih memiliki hubungan kekerabatan denganku, aku pasti akan langsung mengata-gatainya sekaligus membentaknya dengan telak). Saat E sudah mulai kesal, F dikata-katainya lagi, 'Ga usah nyanyi-nyanyi lah, berisik tau! Pergi lu!' (E dan F duduk berdampingan). Berkat itu, E dan F pun duduk dipisahkan oleh C. C pun berusaha menasehati anaknya lagi, sayangnya, balasan yang sama didapatkannya.
Beberapa saat di dalam mobil, tanteku yang lain itu masih menunggu rombongan yang lain yang katanya akan berangkat bersama pula. Ketika mobil yang lain itu datang, diketahui bahwa pemilik mobil memiliki anak yang merupakan teman bermain B. Karena itu, B pun berniat untuk turun dan pindah ke mobil yang satu itu. A yang berada di balik setir, memperingatkannya untuk tidak turun dari mobil. Sayangnya, si B membuka pintu mobil (memang sih, untuk sejenak, dia sempat ragu), turun dari mobil, masih menatap A, A memperingatkannya lagi, B menantang dengan menaikkan dagunya, A memperingatkannya lagi, B menggelembungkan pipinya dan menyemprotkannya, kemudian membanting pintu mobil. Dan A? Diam saja.
Perjalanan pun berlanjut, anak-anak masih saja tetap berlaku sekurang-kurang ajarnya mereka terhadap ibu mereka sendiri. Tiba di Kidzania, kami pun berpencar hingga saat pulang dan berkumpul kembali di dalam mobil untuk pulang. Kali ini, si B tidak ikut mobil yang sebelumnya.
Si E masih tetap saja ribut dengan F. Dan seperti itu masih kurang, D ikut menambah keributan. Botol air D yang dibawa oleh C sebelumnya terisi penuh dan belum diminum D sama sekali. Ketika si D ingin minum, ternyata air didalamnya sudah diminum oleh F dan untuk itu, D tidak ingin meminum sesuatu bekas adiknya. D membentak, 'Gua ga mau minum. Ikh!". Dia memberikan botol itu kembali ke C dengan kasar. C mengomelinya, yang menurutku sama sekali tidak bermanfaat, mengelap botol itu dan menyuruh D meminumnya. D tidak mau, C membentak, D dengan ogah-ogahan meminum dari botol itu.
Dan kejadian yang hampir serupa terjadi berulang kali di dalam mobil itu sepanjang perjalanan. Mengesalkan namun memang saat itu tidak dimungkinkan untuk berkata apapun. Hal itu dikarenakan mengingat bahwa diri ini bukanlah siapa-siapa (hanya sebatas penumpang diam dalam mobil); belumlah cukup tua untuk mengungkapkan kekesalan terhadap A dan C yang sepertinya sudah tidak memiliki wibawa lagi di depan anak-anaknya; sudah cukup tua untuk mengungkapkan kekesalan terhadap B, D, E, F, namun tidak memiliki hubungan cukup dekat untuk melakukan hal itu karena nantinya akan dianggap mengurusi urusan orang lain; yang terakhir, diri ini belum memiliki anak sehingga sepertinya tidak pantas untuk berkata apapun tentang anak orang lain apalagi tentang bagaimana cara mengurusnya.
Bukankah hal yang dilakukan oleh anak-anak tersebut sama sekali tidak pantas? Maksudnya, bukankah hal tersebut mencerminkan bagaimana sebagai seorang anak, mereka sama sekali tidak menghargai orang tua mereka? Dan selain itu, bukankah hal tersebut menunjukkan betapa tidak berwibawanya orang tua tersebut di mata anak mereka?
Tidakkah seharusnya sebagai orang tua, mereka sudah selayaknya dihormati dan dihargai oleh anak mereka sendiri? Tidakkah seharusnya sebagai anak, mereka sudah selayaknya menghormati dan menghargai orang tua mereka sendiri? Tidakkah keterlaluan bila seorang anak sudah tidak memiliki rasa hormat atau menghargai orang tuanya lagi? Tidakkah keterlaluan bila orang tua tidak dihormati atau dihargai oleh anak mereka sendiri?
Menurutku pribadi, itu semua keterlaluan, bahkan aku (yang jelas-jelas lebih tua dari pada anak-anak itu) mau menghormati dan menghargai orang lain (termasuk orang tua sendiri, orang yang lebih tua, teman-teman, dan orang lainnya, kecuali yang tidak pantas diperlakukan seperti itu). Dan menurutku, menjadi orang tua memanglah tidak mudah, namun, apakah sesulit itu hingga menunjukkan wibawa di depan anak pun tidak bisa? Sesulit itukah membuat anak sendiri untuk menghormati dan menghargai status anda sebagai orang tua dan berusia jauh lebih tua?

1 comment:

DEDIH NUR FAJAR PAKSI said...

Hai-hai.. apakabar? Udah lama kita ga singgah-singgah ya..

Nada taufik
http://nadataufik.wordpress.com
http://nyablak-kafe.blogspot.com