Thursday, February 28, 2008

Terkurung

Pernah terkurung? Dalam konteks disini, literally terkurung. Pernahkah?

Saat itu, hari masih pagi ketika pintu kamar digedor dari luar. Penglihatan belum jelas, pendengaran masih sulit menangkap suara apapun itu, badan masih terbaring lelap. Semuanya masih terlalu pagi, sayangnya, waktu mengatakan sebaliknya, hari itu masih hari sekolah. Tubuh yang terbaring itu segera melihat jam di ponselnya, 06.32, meski belum berhasil mengumpulkan seluruh jiwanya, dia segera bangun terburu-buru, menjawab gedoran pintu yang memanggilnya bangun meski tidak jelas dengan apa yang dikatakan si pengedor, langsung masuk ke dalam kamar mandi. Setelah itu, satu orang lainnya menggantikan yang satu masuk ke dalam kamar mandi.

Ketika dua orang itu telah siap bersekolah dan turun ke lantai bawah rumah, mereka dikejutkan dengan suatu hal.

"Gemboknya ga bisa dibuka," kata si pengurus rumah. 'Gemboknya' dimaksudkan untuk gembok pagar rumah.

"Ha? Ga bisa dibuka? Parah banget." ucap orang pertama.

"Iya."

"Coba lagi gih."

Pengurus rumah mencoba lagi. Hasilnya? Nihil. Jam rumah menunjukkan pukul 06.40. Tenang, masih ada 20 menit lagi sebelum jam masuk sekolah.

Selesai memakai sepatunya, orang kedua melihat lagi ke arah pagar. "Masih ga bisa?"

"Ngga." Si pengurus rumah masih tetap mencoba dan mencoba dengan giat dan sedikit kesal.

"Gimana ya..."

"Udah mau masuk kan? Naik tangga mau?"

"Mau ga lu?" tanya orang kedua ke orang pertama.

"Ngga ah," jawab orang pertama risih, mengingat bahwa dia memakai rok dan memanjat pagar terdengar cukup mengerikan (mengingat banyaknya tetangga yang ada dan sudah bangun disekitarnya).

"Kasih tau *om/tante* dulu aja lah," ucap orang kedua.

Orang pertama segera meraih gagang telepon, memencet nomor telepon rumah om dan keluarganya yang hanya berada satu blok dari rumah itu.

"Halo? *Tante* ada?"

"Kenapa?"

"Gemboknya ga bisa dibuka."

"Ha? Ga bisa dibuka?"

"Iya."

"Tunggu bentar. Entar *om* kesana."

"Oke."

"Ada minyak mesin? Coba pake itu."

Mulai dari menarik-narik gembok hingga meminyakinya, sudah dicoba. Sayangnya, ketika dicoba untuk dibuka dengan kunci, si gembok sama sekali tidak bergeming untuk membuka diri. Beberapa saat kemudian, pengurus rumah om datang. Dia ikut mencoba juga. Hasilnya? Nihil.

Jam menunjukkan pukul 06.53. Akhirnya om yang diharapkan untuk muncul dari tadi dan menjadi penolong dari semua kejanggalan ini (berhubung dia sudah tua, laki-laki, dan mungkin saja mampu membuka si gembok) tiba juga di depan rumah dengan mobil bersama anaknya yang juga mau berangkat sekolah.

Coba. Coba. Coba. Hasil? Nihil.

"*Anak* ga telat tuh?" tanya orang pertama ke om yang masih terus mencoba.

"Ah. Iya yah," balas om, melepaskan gembok dari tangannya, kemudian berdiri tegak. "Udahlah, loncat aja. *Pengurus rumah* ambil tangga gih." Mendengar itu, si anak menyengir (merasa saat itu adalah saat yang tepat untuk menertawakan sepupu-sepupunya), orang pertama ikut menyengir nyaris tertawa (histeris karena bagaimanapun, pada akhirnya dia tetap harus meloncati pagar), dan orang kedua masih saja tetap santai (yang bermasalah baginya adalah mendapatkan poin merah karena pasti akan telat nantinya di sekolah).

Orang kedua menaikki tangga dan berhasil keluar dari dalam pagar dengan sedikit bantuan om. Orang pertama sudah menaikki tangga, tetap saja ragu (berhubung ada beberapa tetangga disekitar dan dia memakai rok), mau tidak mau meloncat juga dengan banyak bantuan om (tanpa bantuan itu, mungkin dia sudah terjatuh ke selokan berair hitam).

Semua yang berada di luar pagar segera masuk ke mobil. Mobil melaju dan kami bertiga yang bersekolah segera masuk ke lingkungan sekolah. Orang pertama dan kedua yang sebenarnya sudah tahu bahwa mereka akan telat tetap saja berusaha berlari mengejar pintu gerbang sekolah yang entah sudah tertutup atau belum.

Dan alhasil, setelah belum cukup terkurung dalam rumah, mereka terkurung lagi di luar pagar sekolah.

***

Jam menunjukkan pukul 11.30. Sekolah telah usai untuk hari itu. Orang pertama dan kedua pulang ke rumah, terngiang di benak mereka apakah si gembok sudah dapat terbuka.

Ternyata? Nihil. Pembukaan gembok dicoba lagi (bahkan kali ini dengan memukulnya menggunakan palu). Hasil? Masih belum dapat dibuka. Cara masuk satu-satunya ke dalam rumah? Meloncat (sama halnya seperti yang dilakukan untuk keluar pada pagi hari tadi).

Pengurus rumah, orang pertama, dan orang ketiga, pada akhirnya pasrah menanti bantuan selanjutnya dari om yang berkata akan datang kembali membawa bantuan.

Bertiga, mereka masuk ke dalam rumah. Rumah yang saat itu terasa seperti kurungan.


4 - 28/02/08
17.26

4 comments:

Anonymous said...

tragis..

terus gimana lanjutannya?

Apakah mereka terkurung selamanya?
Apakah si pengurus rumah juga harus melompati pagar untuk belanja?

Apakah orangtua pemilik rumah juga meloncati pagar mereka sendiri?

Btw, ga ada kunci ato gergaji besi gitu?

Devi Girsang, MD said...

Ini beneran ato cerita aja ya? Biasanya sih kalo gemboknya aneh gtu, langsung dipukul2 aja ato digunting kali ya hahaha...

Vialli said...

@dhegreatqo:
iy, tragis..
klanjutannya? akhirnya pintunya bisa kebuka juga pas sore2 dg bantuan si om.
trus ganti gembok baru yang lebih gampang dibuka n lebih kecil (gembok sblmnya keterlaluan bgt gedenya).
ada kunci lah, masalahnya si gembok ga mau kebuka2. ga ada gergaji besi, makanya ga bisa dipotong.

@devi:
beneran lah.. *hiks hiks*
udah dipukul pake palu n nyebabin beberapa luka di gembok.. heuheu..
ga bisa digunting, berhubung ga punya alatnya (lagipula, si gembok tuh bener2 bomber banget ukurannya)..
hheuheuheuheuh

Anonymous said...

hehe serem ya...
awas loh kekonci lagi... koq bisa si gembokna ga kebuka??

telat pertama kalinya ya?